Friday, June 28, 2019

BAB 10 SCRIBD

Bab 10 Bangun Dan Bangkitla... by on Scribd

BAB 11 SCRIBD

Bab 11 Toleransi Sebagai Al... by on Scribd

BAB 11 VIDEO

BAB 11 VIDEO

BAB 11 TOLERANSI SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

A. Pentingnya Perilaku Toleransi
Toleransi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik dalam berkata­kata maupun dalam bertingkah laku. Dalam hal ini, toleransi berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan di antara kita sehingga tercapai kesamaan sikap. Toleransi merupakan awal dari sikap menerima bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang salah, justru perbedaan harus dihargai dan dimengerti sebagai kekayaan. Misalnya, perbedaan ras, suku, agama, adat istiadat, cara pandang, perilaku, pendapat. Dengan perbedaan tersebut, diharapkan manusia dapat mempunyai sikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada, dan berusaha hidup rukun, baik individu dan individu, individu dan kelompok masyarakat, serta kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat yang lainnya.
Terkait pentingnya toleransi, Allah Swt. menegaskan dalam firman­Nya yang artinya sebagai berikut:
Artinya : “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (alQur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Yµnus/10: 40)
“Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yµnus/10: 41)
 Q.S. Yµnus/10: 40 Allah Swt. menjelaskan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. berdakwah, ada orang yang beriman kepada al-Qur’an dan mengikutinya serta memperoleh manfaat dari risalah yang disampaikan, tapi ada juga yang tidak beriman dan mereka mati dalam kekafiran.
Pada  Q.S. Yµnus/10: 41 Allah Swt. memberikan penegasan kepada rasul­Nya, bahwa jika mereka mendustakanmu, katakanlah bahwa bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan kalian, kalian berlepas diri dari apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan. Allah Swt. Mahaadil dan tidak pernah zalim, bahkan Dia memberi kepada setiap manusia sesuai dengan apa yang diterimanya.
 Dari penjelasan ayat tersebut dapat disimpulkan hal­hal berikut.
a. Umat manusia yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi 2 golongan. Dua golongan umat itu yang pertama adalah golongan ada umat yang beriman terhadap kebenaran kerasulan dan kitab suci yang disampaikan Nabi Muhammad saw. kedua adalah golongan umat yang mendustakan kerasulan Nabi Muhammad saw. dan tidak beriman kepada al-Qur’an.
b. Allah Swt. Maha Mengetahui sikap dan perilaku orang­orang beriman yang selama hidup di dunia senantiasa bertaqwa kepada­Nya, begitu juga orang kafir yang tidak beriman kepada­Nya.
c. Orang beriman harus tegas dan berpendirian teguh atas keyakinannya. Ia tegar meskipun hidup di tengah­tengah orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya.
B.   Menghindari Diri dari Perilaku Tindak Kekerasan
Manusia dianugerahi oleh Allah Swt. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat merasakan benci dan cinta. Dengannya pula manusia bisa melakukan persahabatan dan permusuhan. Dengannya pula manusia bisa mencapai kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Hanya nafsu yang telah berhasil dijinakkan oleh akal saja yang akan mampu menghantarkan manusia kepada kemuliaan. Namun sebaliknya, jika nafsu di luar kendali akal, niscaya akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan dan kehinaan.
Permusuhan berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh setiap manusia. Sebagaimana cinta, benci pun berasal dari nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara manusia terkadang karena kedengkian pada hal­hal duniawi seperti pada kasus Qabil dan Habil ataupun pada kisah Nabi Yusuf as. dan saudara­saudaranya. Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan keyakinan yang berbeda.
Akhir-­akhir ini sering sekali tindak kekerasan disebabkan oleh pemahaman dan keyakinan yang berbeda. Karena perbedaan keyakinan dan pemahaman, banyak orang yang menghujat dan berakhir dengan kekerasan. 
Islam melarang perilaku kekerasan terhadap siapa pun. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa ba-rangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain (qisas), atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul-rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keteranganketerangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (Q.S. al-Maidah/5: 32)
Allah  Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa setelah peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia.
 Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah  prinsip sosial di mana masyarakat  bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu­individu masyarakat merupakan anggota tubuh tersebut.  Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut merasakan sakit. Begitu juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya dia telah membunuh manusiamanusia lain yang tak berdosa. Dari segi sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang akan tampil dan lahir di  dunia ini. Al-Qur’an  memberikan perhatian penuh terhadap  perlindungan  jiwa manusia dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat. Pengadilan di negara­negara tertentu menjatuhkan hukuman qisas, yaitu membunuh orang yang telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan hukuman mati bagi para pembunuh.
Allah  Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa setelah peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia.
Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah  prinsip sosial di mana masyarakat  bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu­individu masyarakat merupakan anggota tubuh tersebut.  Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut merasakan sakit. Begitu juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya dia telah membunuh manusiamanusia lain yang tak berdosa. Dari segi sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang akan tampil dan lahir di  dunia ini. Al-Qur’an  memberikan perhatian penuh terhadap  perlindungan  jiwa manusia dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat. Pengadilan di negara­negara tertentu menjatuhkan hukuman qisas, yaitu membunuh orang yang telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan hukuman mati bagi para pembunuh.
Dalam Q.S. al-Maidah/5: 32 terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik.
a. Nasib kehidupan manusia sepanjang sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata  rantai yang saling berhubungan.  Oleh karena itu,  terputusnya sebuah mata  rantai akan mengakibatkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.
b. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan mereka. Pembunuhan seorang manusia dengan maksud jahat merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap seorang pembunuh  dalam rangka  qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat.
c. Mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan penyelamatan jiwa manusia, seperti dokter, perawat, atau polisi harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari kematian bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran.
 Tugas kita bersama adalah menjaga ketenteraman hidup dengan cara mencintai, orang­orang yang berada di sekitar kita. Artinya, kita dilarang melakukan perilakuperilaku yang dapat merugikan orang lain, termasuk menyakiti dan melakukan tindakan kekerasan.
 Di Indonesia ada hukum yang mengatur pelarangan melakukan tindak kekerasan, termasuk kekerasan kepada anak dan anggota keluarga, misalnya UU No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 23 Tahun 2004. 
Aktivitas 


 

BAB 10 PEMBARU ISALM

A.  Munculnya Pembaruan Islam (1800 dan Seterusnya) Harun Nasution (1985) mem      bagi periodisasi sejarah kebudayaan Islam menjadi tiga garis besar. Tiga periode besar tersebut adalah:
1. Periode abad klasik (650 – 1250 M)
2. Periode abad pertengahan (1250 – 1800 M)
3. Periode abad Modern (1800 – sekarang)
Setiap periode memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan periode lainnya. Periode abad klasik menggambarkan kondisi kejayaan dunia Islam. Periode abad pertengahan menggambarkan kondisi kemunduran dunia Islam. Periode abad modern menggambarkan kondisi kebangkitan dunia Islam. Dunia Islam membentang dari Maroko sampai ke Indonesia dengan mengecualikan beberapa wilayah yang penduduknya mayoritas nonmuslim. Menurut Muhaimin (2011), Islam mencapai kemajuan di abad klasik, disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Umat Islam melaksanakan ajaran al-Qur’an yang memerintahkan supaya manusia banyak menggunakan akal.
2. Umat Islam melaksanakan ajaran Rasulullah saw. yang mendorong agar kaum Muslimin tidak hanya menuntut “ilmu agama”, tetapi juga mempelajari ilmuilmu lain yang bermanfaat bagi kehidupan. 3. Umat Islam mengembangkan “ilmu agama” dengan berijtihad dan mengembangkan sains. Pada masa ini dunia Islam bukan hanya muncul ahli ilmu hadis, fiqih, dan tafsir. Akan tetapi juga ahli kedokteran, matematika, optika, kimia, fisika, astronomi, dan sebagainya.
4. Ulama yang berdiri sendiri.Para ulama pada periode ini menolak tawaran penguasa untuk menjadi pegawainya.
Pada periode abad pertengahan terutama abad ke-16 sampai 18, laju keilmuan dari para ulama semakin melemah. Ciri-ciri periode abad pertengahan ini adalah:
1. Ulama kurang berani lagi melakukan ijtihad.
2. Para ulama menganggap bahwa penggunaan akal sebagaimana diajarkan al- Quran sudah bukan zamannya.
3. Ulama pada periode ini menerima saja karya-karya yang dihasilkan oleh ulama zaman abad klasik. 4. Banyak ulama yang tidak lagi berdiri sendiri, tetapi bergantung kepada penguasa.
5. Para ulama pada periode ini hanya menurut/mengikuti (bertaklid) pada ulama zaman klasik.
6. Ulama hanya sibuk pada “ilmu agama” saja, sehingga “ilmu umum” tidak berkembang dan justru cenderung lenyap.
7. Ilmu yang datang dari dunia Barat ke dunia Islam tidak dikenali lagi sebagai warisan umat Islam di zaman sebelumnya.
Produktivitas keilmuan di zaman abad pertengahan menurun jauh dibandingkan dengan produktivitas keilmuan di abad klasik. Umat Islam mengalami kemunduran di berbagai bidang, sedangkan orang Eropa menikmati kemajuan yang pesat di bidang sains, ekonomi, politik, militer, dan lainnya.
Pada periode abad modern (abad ke-19) mulailah muncul kesadaran umat Islam. Kesadaran tersebut muncul ketika orang-orang Eropa berhasil menguasai dunia Islam. Pada awalnya, bangsa Eropalah yang mengalami kemunduran. Bangsa Eropa juga pernah dikalahkan oleh umat Islam pada zaman abad klasik (650-1250). Contoh berhasilnya orang-orang Eropa yang menguasai dunia Islam di antaranya adalah:
1. Negara Turki Usmani yang dielu-elukan umat Islam pada penghujung abad pertengahan ternyata mulai surut akibat kalah perang dengan penguasa Eropa.
2. Napoleon Bonaparte dari Perancis dapat menguasai seluruh Mesir dalam waktu kurang dari tiga minggu.
3. Inggris sebagai salah satu kekuatan Eropa mampu memasuki India dan menaklukkan kerajaan Mughal.
Dalam kondisi keterpurukan seperti itu, membuat para ulama sadar atas derita kemunduran yang dialami umat Islam dibandingkan dengan kemajuan Eropa. Oleh karena itu, pada abad modern muncul para ulama dengan gagasan-gagasan yang bertujuan memajukan umat Islam sehingga dunia Islam dapat mengejar kemajuan Barat.
Pemikiran para ulama yang muncul pada abad modern ini bukanlah doktrin mutlak seperti layaknya ayat-ayat dalam Kitab Suci. Akan tetapi, pemikiran- pemikiran tersebut hanya sebatas gagasan relatif yang masih “menerima perubahan dan pengurangan.” Bagi bangsa Indonesia, kehadiran para ulama Islam modern ini membawa pengaruh yang kuat. Langsung atau tidak langsung mereka mengembangkan gagasan-gagasan yang sesuai dengan konteks keindonesiaan saat ini. Di antara para ulama modern yang memiliki pengaruh dan gagasan tersebut akan diuraikan di bawah ini.

B.  Tokoh-tokoh Pembaru Islam pada Masa Modern
1. Pembaru dari India
a. Syah Waliyullah (1703-1762 M.)
 Syah Waliyullah dilahirkan di Delhi pada 21 Februari 1703. Ia memperoleh pendidikan dari orang tuanya yang dikenal “sufi” dan pengelola madrasah, yaitu Syah Abd. Rahim. Setelah dewasa, ia turut menjadi guru di madrasah itu. Kemudian beliau menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu pada ulama-ulama di Mekah dan Madinah selama setahun. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 dan meneruskan karir lamanya sebagai guru.
Syah Waliyullah juga gemar menulis. Ketika wafat beliau banyak meninggalkan karya-karya tulis, Karya-karya beliau di antaranya yang sangat terkenal berjudul Hujjatullah Al-Balighah dan Fuyun Al-Haramain.
Ketika melihat kemunduran dunia Islam, Syah Waliyullah berpendapat bahwa penyebab kemunduran dunia Islam di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.
2. Sistem demokrasi yang melekat dalam kekhalifahan diganti dengan sistem monarki absolut.
3. Perpecahan di kalangan umat Islam merupakan akibat dari adanya perbedaan aliran-aliran yang muncul di dalamnya. Tiap- tiap aliran mengaku dirinya yang paling benar.
4. Mencampuradukkan ajaran Islam dengan unsur-unsur ajaran lainnya, sehingga ajaran Islam yang murni menjadi kurang jelas.
Pemikiran lain dari Syah Waliyullah adalah perlunya penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing. Tujuan penerjemahan ini agar masyarakat yang tidak mengerti bahasa Arab dapat memahami maksud dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran ini termasuk baru, sebab penerjemahan al-Qur’an pada saat itu masih dilarang oleh para ulama. Bahasa yang dipilih untuk terjemahan al-Qur’an adalah bahasa Persia, karena banyak digunakan di kalangan pelajar Islam India saat itu. Penerjemahan al-Qur’an  ke dalam bahasa Persia disempurnakan Syah Waliyullah di tahun 1758.
Terjemahan yang semula ditentang itu lambat laun dapat diterima oleh masyarakat Islam India pada saat itu. Setelah masyarakat bersedia menerima terjemahan al-Qur’an, kemudian putra Syah Waliyullah melanjutkan pemikiran ayahnya. Putra Syah Waliyullah membuat terjemahan al-Qur’an  ke dalam bahasa Urdu. Bahasa Urdu inilah yang lebih umum digunakan oleh masyarakat Islam India daripada bahasa Persia.
b. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M.)
Setelah Kerajaan Mughal dihancurkan oleh kekuatan Inggris pada tahun 1857, maka tampillah ulama baru di India, yaitu Sayyid Ahmad Khan. Ia lahir di Delhi pada tahun 1817. Sayyid Ahmad Khan memperoleh pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain mempelajari bahasa Arab, ia juga menekuni bahasa Persia. Ia rajin membaca dan banyak memperluas pengetahuan dengan mem  baca buku berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sayyid Ahmad Khan pernah bekerja pada Serikat India Timur ketika usianya masih 18 tahun. Kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Akan tetapi, pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studinya. Pada tahun 1857, terjadi pemberontakan terhadap kekuasaan Inggris oleh rakyat India. Pada saat kejadian tersebut, Sayyid Ahmad Khan banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan. Dalam kesempatan yang sama, ia pun banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap bahwa Sayyid Ahmad Khan telah banyak berjasa kepada mereka sehingga mereka ingin membalas jasanya. Namun, Sayyid Ahmad Khan menolak hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya. Ia hanya menerima gelar “Sir” yang diberikan pemerintah Inggris kepadanya. Dengan gelar “Sir” tersebut sehingga ia populer dipanggil dengan nama “Sir Sayyid Akhmad Khan.” Komunikasi Sayyid Ahmad Khan yang baik dengan pihak Inggris digunakannya sebagai strategi untuk kepentingan umat Islam di India. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa kedudukan umat Islam di India dapat meningkat apabila mereka bersedia bekerja sama dengan Inggris.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat demikian karena Inggris merupakan penguasa terkuat di India melebihi penguasa-penguasa lainnya di sana. Oleh karena itu, apabila umat Islam di India menentang kekuasaan Inggris maka hal tersebut tidak akan membawa kebaikan bagi mereka. Sikap antipati terhadap Inggris justru akan menjadikan umat Islam di India tetap mundur dan akhirnya tertinggal. Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
1. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh umat Islam sendiri yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi produk Barat.
2. Ilmu dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu, akal dalam batas kekuatannya harus dihargai tinggi oleh umat Islam.
3. Islam adalah agama yang memiliki paham hukum alam buatan Tuhan. Antara hukum alam sebagai ciptaan Allah Swt. dan al-Qur’an
 sebagai firman Allah Swt. pasti tidak terdapat pertentangan, akan tetapi keduanya sejalan.
4. Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’an dan Al-Hadis. Pendapat ulama masa lampau tidak mengikat bagi umat Islam. Di antara pendapat mereka ada yang sudah kurang sesuai dengan zaman modern.
5. Umat Islam harus didorong untuk memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan semangat berpikir, bukan sikap dan perilaku taklid (hanya mengikuti pendapat lain tanpa mengerti alasannya). 6. Cara efektif untuk mengubah sikap mental umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan. Oleh karena itu, ia mendirikan sekolah yang akhirnya memiliki peranan penting dalam kebangkitan umat Islam di India. Sekolah tersebut diberi nama Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) yang terletak di Aligarh.
c. Muhammad Iqbal (1876-1938 M.)
Muhammad Iqbal (1876-1938) berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab, India. Ia belajar di Lahore hingga memperoleh gelar kesarjanaan tingkat magister (M.A.). Di kota itulah ia berkenalan dengan seorang orientalis bernama Thomas Arnold. Orientalis inilah yang mendorong Iqbal untuk melanjutkan studi ke Inggris. Iqbal kemudian masuk ke Universitas Cambridge pada tahun 1905 untuk mempelajari filsafat.     
Dua tahun kemudian Iqbal pindah ke Munich, Jerman. Di Jerman inilah Iqbal memperoleh gelar doktor (Ph.D.) dalam bidang tasawuf. Tesis doktoral Iqbal berjudul The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).
Pada tahun 1908 Iqbal kembali ke Lahore dan menekuni profesi sebagai pengacara dan dosen filsafat. Ia menulis buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Buku ini merupakan kumpulan dari ceramah-ceramah Iqbal di universitas di India.
Pada tahun 1930, Iqbal dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Ia pernah menghadiri Konferensi Islam yang diadakan di Yerusalem. Pada tahun 1933, ia diundang ke Afghanistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul.
Berbeda dengan pembaru-pembaru lain, Muhammad Iqbal adalah penyair dan filosof. Pemikiran Iqbal mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaruan dalam Islam. Pemikiran- pemikirannya antara lain sebagai berikut.
1. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam. Oleh karena itu, pintu ijtihad tetap terbuka.
2. Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamis. Dalam syairnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam.
3. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kebuntuan (kejumudan) dalam berpikir.
4. Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai perkembangan zaman.
5. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
6. Perhatian berlebihan umat Islam terhadap kehidupan yang bersifat zuhud telah menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalahmasalah keduniaan dan sosial kemasyarakatan.

Thursday, June 27, 2019

PROFIL

All about me.....



Nama : Isfailla
NIM : 2117077
TTL: Batang, 13 Maret 1998
Alamat : Dk. Kupang Rt.02/Rw.01 Desa Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang
Riwayat pendidikan:
-MII Brokoh
- MTs. Ahmad Yani
-SMA N 1 Wonotunggal
-IAIN Pekalongan

BAB 6 PPT

[slideshare id=76150543&doc=berlomba-lombadalamkebaikandanetoskerja-170520081006] https://www.slideshare.net/shafirahany22/berlomba-lomba-dalam-kebaikan-dan-etos-kerja-76150543

BAB 6 SCRIBD

Bab 6 Membangun Bangsa Mela... by on Scribd

BAB 6 PERILAKU TAAT, KOMPETISI DALAM KEBAIKAN DAN ETOS KERJA

A.  Pentingnya Taat kepada Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah, di rumah, atau di lingkungan masyarakat terdapat aturan.  Di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku. Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari yang terkecil (keluarga) sampai yang terbesar adalah negara, tidak akan tercapai kestabilan tanpa adanya seorang pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombangambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin. Dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (yang tidak bermaksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
B.  Kompetisi dalam Kebaikan
Hidup adalah kompetisi un tuk menjadi yang terbaik, dan juga untuk meraih citacita yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi yang hanya memperturutkan hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi yang hanya memperturutkan hawa nafsu, contohnya kompetensi mengumpulkan harta kekayaan atau memperebutkan jabatan dan kedudukan. Semuanya bak fatamorgana, indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Bahkan, tak jarang dalam kompetisi diiringi “suu§an” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut.
Allah Swt. mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada jalan atau arah yang benar dan lurus. Akan tetapi, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul. Surat al-Maidah/5: 48  ini  membicarakan bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-Qur’an merupakan pembenar kitab-kitab sebelumnya, juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya. 
Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, dan berbangsabangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk saling mengenal. Ayat ini mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, dan bukan menjadi ajang perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah  Swt. senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.
C.  Etos Kerja
Sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan dalam kehidupannya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Tidak semata hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja, melainkan juga harus memikirkan kepentingan kehidupannya di dunia. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim untuk bekerja. Bekerja dalam berbagai bidang. Seseorang yang bekerja layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji, seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional, karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar “hidup”, ia memerlukan ruh (spirit). Oleh karena itulah, al-Qur’an diturunkan sebagai spirit hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya) yang tak kunjung padam agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat. Dalam al-Qur’an maupun hadis, ditemukan banyak literatur yang memerintahkan seorang muslim untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawinya. Salah satu perintah Allah Swt. kepada umatNya untuk bekerja termaktub dalam Q.S. at-Taubah/9:105 yang artinya:

Artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 105)
Q.S. at-Taubah/9: 105 menjelas  kan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. 
Sebutan lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation. Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akhirat. Q.S. at-Taubah/9: 105  juga menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang telah kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah penegasan Allah  Swt. bahwa motivasi atau niat bekerja itu harus benar.
 Umat Islam dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan “tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan usaha-usaha untuk melakukan perbuatan terpuji yang lainnya. Perbuatan-perbuatan terpuji itu seperti menunaikan zakat, membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk mengerjakan ¡alat, saling menasihati teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu.
 Ayat ini pun berisi peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan kelak di hari kiamat. Dengan demikian, akan terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai amal perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah sering kita saksikan, bagaimana gambaran orang-orang yang berbuat jahat seperti pencuri, penipu, koruptor, dan lain sebagainya. Banyaknya berita tentang korupsi, dan bagaimana seorang koruptor dipertontonkan di ruang publik. Ini menandakan bahwa di dunia pun perbuatan kita sudah bisa dipertontonkan. Apalagi kelak di akhirat yang pasti sangat nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi

BAB 5 PPT

[slideshare id=57125123&doc=perkembanganperadabanislampadamasakejayaan-160116123051] https://www.slideshare.net/putriaisyah14/perkembangan-peradaban-islam-pada-masa-kejayaan-57125123

BAB 5 SCRIBD

Bab 5 Masa Kejayaan Islam Y... by on Scribd

BAB 4 PPT

[slideshare id=82024271&doc=kelompok4-171114052417] https://www.slideshare.net/Lutfy_BC/presentasi-ppt-kelompok-4

BAB 4 SCRIBD

Bab 4 Sampaikan Dariku Wala... by on Scribd

BAB 3 PPT

[slideshare id=151453723&doc=kepedulianumatislamterhadapjenazah-190624043054] https://www.slideshare.net/FitriHastuti2/kepedulian-umat-islam-terhadap-jenazah-151453723

BAB 3 SCRIBD

Bab 3 Kepedulian Umat Islam... by on Scribd

PPT BAB 2

[slideshare id=43347192&doc=materipujipowerpoin-150109023700-conversion-gate02] https://www.slideshare.net/kreasioka/materi-puji-power-poin

BAB 2 HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR

Bab 2 Hidup Nyaman Dengan P... by on Scribd

PPT AL-QUR'AN SEBAGI PEDOMAN HIDUP

[slideshare id=41912331&doc=al-qurnsebagai-141123061737-conversion-gate01] https://www.slideshare.net/destisekarlangit/al-qurn-sebagai-pedoman-kehidupan

BAB 9 PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

A.  Pengertian Mu’±malah
Mu’amalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (per - gaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqh Islam berarti tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewamenyewa, upah-mengupah, pinjammeminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utangpiutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut. 1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil. 2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba. 3. Tidak boleh dengan cara-cara §±l³m (aniaya). 4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan. 5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi. 6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.

 B.   Macam-Macam Mu’±malah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’±malah, di sini akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut
1.  Jual-Beli Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya.
a. Syarat-Syarat Jual-Beli Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah sebagai berikut
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
    a) ballig,
    b) berakal sehat,
    c) atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
    a) halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak            bangkai tersebut
    b) bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta          atau pemboros.
    c) Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat                            diserahterimakan.
    d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
    e) Milik sendiri,
3) Ijab Qobul  Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
  b. Khiyar
      1) Pengertian Khiyar
               Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya. Islam           memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka,                 tanpa ada unsur paksaan sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang                             dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya.
    2) Macam-Macam Khiyar
        a) Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya                transaksi/tawar-menawar. Keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual              beli. Rasulullah saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      b) Khiyar Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual                          mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”                       Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya                 pembelian tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang tersebut           sementara waktu (dalam masa khiy±r) tidak ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak               menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi,                 barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah saw. bersabda kepada seorang lelaki,            “Engkau boleh khiy±r pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR.           Baihaqi dan Ibnu Majah)
c) Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat            cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan              sesegera mungkin.

BAB 8 MENGHORMATI DAN MENYAYANGI ORANG TUA DAN GURU

A. Pentingnya Hormat dan Patuh kepada Orang Tua     
Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan­Nya dengan apa pun, al-Qur’an juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya. Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita baik ibu maupun ayah. Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu maupun ayah. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji. Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua. Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt. Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), tidak hanya sekadar berbuat ihsan (baik) saja. Akan tetapi, birrul walidain memiliki ‘bakti’. Bakti itu pun bukanlah balasan yang setara jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara lain seperti berikut:
1. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama
2. Apabila orang tua kita ri«a atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun riya
3. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut
4. Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur
5. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.
     
B.  Pentingnya Hormat dan Patuh kepada Guru
      Guru adalah orang yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan  mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa. Setinggi pangkat atau kedudukan seseorang, tetaplah ia seorang pelajar yang berhutang budi kepada guru yang pernah mendidiknya dahulu. Guru adalah orang yang mengetahui ilmu (‘alim/ulama), dialah orang yang takut kepada Allah Swt. Guru adalah pewaris para nabi. Karena melalui guru, wahyu atau ilmu para nabi diteruskan kepada umat manusia. Imam Al­Gazali mengkhususkan guru dengan sifat­-sifat kesucian, kehormatan, dan penempatan guru langsung sesudah kedudukan para nabi. Beliau juga menegaskan bahwa: “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini, ia adalah ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahayai dirinya sendiri, ibarat minyak kesturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiri pun harum. Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan satun dalam tugasnya ini.
      Guru adalah bapak rohani bagi seorang murid, ialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan membimbingnya. Maka, menghormati guru berarti penghargaan terhadap anak­anak kita, dengan guru itulah, mereka hidup dan berkembang. Sesuai dengan ketinggian derajat dan martabat guru, tidak heran kalau para ulama sangat menghormati guru­guru mereka. Cara mereka memperlihatkan penghormatan terhadap gurunya antara lain sebagai berikut:
 1. Mereka rendah hati terhadap gurunya, meskipun ilmu sudah lebih banyak ketimbang gurunya.
 2. Mereka menaati setiap arahan serta bimbingan guru.
3. Mereka juga senantiasa berkhidmat untuk guru­guru mereka dengan mengharapkan balasan pahala serta kemuliaan di sisi Allah Swt.
4. Mereka memandang guru dengan perasaan penuh hormat dan ta’dzim (memuliakan) serta memercayai kesempurnaan ilmunya. Ini lebih membantu pelajar untuk memperoleh manfaat dari apa yang disampaikan guru mereka. Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya menghormati guru. Dengan menghormati guru, kita akan mendapatkan berbagai keuntungan, antara lain sebagai berikut: 1. Ilmu yang kita peroleh akan menjadi berkah dalam kehidupan kita.
2. Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikannya.
3. Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi manfaat bagi orang lain.
4. Akan selalu didoakan oleh guru.
5. Akan membawa berkah, memudahkan urusan, dianugerahi nikmat yang lebih dari Allah Swt.
6. Seorang guru tidak selalu di atas muridnya. Ilmu dan kelebihan itu merupakan anugerah Allah Swt. akan memberikan anugerah­Nya kepada orang­orang yang dikehendaki­Nya.

Cara Berbakti kepada Orang Tua
Ada banyak cara untuk berbakti kepada orang tua,  di antaranya adalah seperti berikut:
1. Berbakti dengan melaksanakan nasihat dan perintah yang baik dari keduanya.
2. Merawat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran apalagi jika keduanya sudah tua dan pikun
3. Merendahkan diri, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendoakan keduanya.
4. Rela berkorban untuk orang tuanya.
5. Meminta kerelaan orang tua ketika akan berbuat sesuatu
6. Berbuat baik kepada orang tua, walaupun ia berbuat aniaya. Maksudnya anak tidak boleh menyinggung perasaan orang tuanya walaupun ia telah menyakiti anaknya. Jangan sekali­kali seorang anak berbuat tidak baik atau membalas ketidakbaikan keduanya. Allah Swt. tidak me­ri«ai-nya hingga orang tua itu me­ri«ai­nya. Berbakti kepada orang tua tidak hanya kita lakukan ketika orang tua masih hidup.
Berbakti kepada orang tua juga dapat kita lakukan meski orang tua telah meninggal. Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang telah meninggal adalah seperti berikut: 1. Merawat jenazah dengan cara memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan menguburkannya
2. Melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya (utang atau perjanjian dengan orang lain yang masih hidup)
3. Menyambung tali silaturahmi kepada kerabat dan teman­teman dekatnya atau memuliakan teman­teman kedua orang tua
4. Melanjutkan cita­cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua orang tua.
5. Mendoakan orang tua yang telah tiada dan memintakan ampun kepada Allah Swt. dari segala dosa orang tua kita.

Cara Berbakti kepada Guru Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap guru, di antaranya adalah sebagai berikut
1. Menghormati dan memuliakannya, serta mengikuti nasihatnya
2. Mengamalkan ilmunya dan membaginya kepada orang lain
3. Tidak melawan, menipu, dan membuka rahasia guru
4. Memuliakan keluarga dan sahabat karib guru. 
5. Murid harus mengikuti sifat guru yang baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang
6. Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati guru.
7. Menghormati dan selalu mengenangnya, meskipun sudah wafat.
8. Bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan kasar, turut mendoakan keselamatan guru.
9. Menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari.
10. Sopan ketika berhadapan dengan guru
11. Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.
12. Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah­lembut. 

Wednesday, June 26, 2019

BAB 7 RASUL-RASUL KEKASIH ALLAH

A.  Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
Iman kepada rasul berarti meyakini bahwa rasul itu benar-benar utusan Allah Swt. yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Nabi Rasul Manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah Swt. untuk dirinya sendiri dan tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pada umatnya. Manusia pilihan Allah Swt. yang diangkat sebagai utusan untuk menyampaikan firman-firman-Nya kepada umat manusia agar dijadikan pedoman hidup.
Mengimani rasul-rasul Allah Swt. merupakan kewajiban hakiki bagi seorang muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat ditinggalkan. Sebagai perwujudan iman tersebut, kita wajib menerima ajaran yang dibawa rasul-rasul Allah Swt. tersebut. Perintah beriman kepada rasul Allah Swt.
B. Sifat Rasul-Rasul Allah Swt. Rasul sebagai utusan Allah Swt. memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul. Sifat-sifat tersebut adalah sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
1. Sifat Wajib Sifat wajib artinya sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak bisa disebut seorang rasul jika tidak memiliki sifat-sifat ini. Sifat wajib ini ada 4, yaitu seperti berikut.
a. As-shidiq
 As-shiddiq, yaitu rasul selalu benar. Apa yang dikatakan Nabi Ibrahim as. kepada bapaknya adalah perkataan yang benar. Apa yang disembah oleh bapaknya adalah sesuatu yang tidak memberi manfaat  dan mudarat, jauhilah.
b. Al-Amanah
Al-Amanah, yaitu rasul selalu dapat dipercaya. Di saat kaum Nabi Nuh as. mendustakan apa yang dibawa olehnya. Allah Swt. pun menegaskan bahwa Nuh as., adalah orang yang terpercaya (amanah )
c. At-Tablig
At-Tablig, yaitu rasul selalu menyampaikan wahyu. Tidak ada satu pun ayat yang disembunyikan Nabi Muhammad saw. dan tidak disampaikan kepada umatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ali bin Abi Talib ditanya tentang wahyu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, Ali pun menegaskan bahwa: “Demi Zat yang membelah biji dan melepas napas, tiada yang disembunyikan kecuali pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an.”
d. Al-Fathonah
Al-Fathonah, yaitu rasul memiliki kecerdasan yang tinggi. Ketika terjadi perselisihan antara kelompok kabilah di Mekah, setiap kelompok memaksakan kehen dak untuk meletakkan al-Hajar alAswad (batu hitam) di atas Ka’bah. Rasulullah saw. lalu menengahi dengan cara semua kelompok yang bersengketa agar memegang ujung kain yang dibawa nya. Kemudian, Nabi meletak kan batu itu di tengahnya, dan mereka semua mengangkat hingga sampai di atas Ka’bah. Sungguh cerdas Rasulullah saw.

2. Sifat Mustahil
Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada rasul. Sifat mustahil ini lawan dari sifat wajib, yaitu seperti berikut
a. Al-Kizzibb
Al-Kizzib, yaitu mustahil rasul itu bohong atau dusta. Semua perkataan dan perbuatan rasul tidak pernah bohong atau dusta.
b. Al-Khianah
Al-Khianah, yaitu mustahil rasul itu khianat. Semua yang diamanatkan kepadanya pasti dilaksanakan.
c. Al-Kitman
Al-Kitman, yaitu mustahil rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang ia terima dari Allah Swt. pasti ia sampaikan kepada umatnya.
d. Al-Baladah
Al-Baladah yaitu mustahil rasul itu bodoh. Meskipun Rasulullah saw. tidak bisa membaca dan menulis (ummi) tetapi ia pandai.

3. Sifat Jais
Selain rasul memiliki sifat wajib dan juga lawannya, yaitu sifat mustahil, rasul juga memiliki sifat jaiz. Akan tetapi sifat jaiz rasul dengan sifat jaiz Allah Swt. sangat berbeda. Rasul juga memiliki sifat-sifat yang tidak terdapat pada selain rasul, yaitu seperti berikut:
1. Ishmaturrasµl adalah orang yang ma’shum, terlindung dari dosa dan salah dalam kemampuan pemahaman agama, ketaatan, dan menyampaikan wahyu Allah Swt. Oleh karena itu, seorang Rasul selalu siaga dalam menghadapi tantangan dan tugas apa pun
2. Iltizamurrasµl adalah orang-orang yang selalu komitmen dengan apa pun yang mereka ajarkan. Mereka bekerja dan berdakwah sesuai dengan arahan dan perintah Allah Swt. meskipun untuk menjalankan perintah Allah Swt. harus berhadapan dengan tantangan-tantangan yang berat baik dari dalam diri pribadinya maupun dari para musuhnya. Rasul tidak pernah sejengkal pun menghindar atau mundur dari perintah Allah Swt.
C.  Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.
Para rasul dipilih oleh Allah Swt. dengan mengemban tugas yang tidak ringan. Di antara tugas-tugas rasul itu sebagai berikut:
1.  Menyampaikan risalah dari Allah Swt
2.  Mengajak kepada tauhid, yaitu mengajak umatnya untuk meng-esa-kan Allah Swt. dan menjauhi perilaku musyrik (menyekutukan Allah)
3.  Memberi kabar gembira kepada orang mukmin dan memberi peringatan kepada orang kafir
4. Menunjukkan jalan yang lurus
5. Membersihkan dan menyucikan jiwa manusia serta mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. 6. Sebagai hujjah bagi manusia.

 D.  Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
Pentingnya orang Islam beriman kepada rasul bukan tanpa alasan. Selain karena diperintahkan oleh Allah Swt., juga ada manfaat dan hikmah yang dapat diambil dari beriman kepada rasul. Di antara manfaat dan hikmah beriman kepada rasul sebagai berikut
1. Makin sempurna imannya
2. Terdorong untuk menjadikan contoh dalam hidupnya
3. Terdorong untuk melakukan perilaku sosial yang baik
4. Memiliki teladan dalam hidupnya.
5. Mencintai para rasul dengan cara mengikuti dan mengamalkan ajarannya
6. Mengetahui hakikat dirinya bahwa ia diciptakan Allah Swt. untuk mengabdi kepada-Nya.

        Perilaku mulia yang dicerminkan oleh orang yang beriman kepada rasul seperti berikut:
1. Menjunjung tinggi risalah (ajaran Allah Swt. yang disampaikan rasul-Nya).
2. Melaksanakan seruannya untuk beribadah hanya kepada Allah Swt
3. Giat dan rajin bekerja mencari rezeki yang halal, sesuai dengan keahliannya. Orang-orang yang beriman kepada rasul tidak akan menjadi orang-orang yang malas bekerja, duduk berpangku tangan, tidak mau berusaha sehingga hidupnya menjadi beban orang lain. Mereka menyadari bahwa memenuhi kebutuhan diri sendiri jauh lebih terhormat daripada karena belas kasihan dan pertolongan orang lain.
4. Selalu mengingat, memahami, dan berperilaku sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
5. Melakukan usaha-usaha agar kualitas hidupnya meningkat ke derajat yang lebih tinggi. Usaha-usaha itu, misalnya seperti berikut:
 a. Memelihara dan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt
 b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani
 c. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Misalnya, ilmu pengetahuan tentang pertanian, perikanan, peternakan, teknologi, kedokteran, perdagangan, industri, transportasi, dan ekonomi. Ilmu-ilmu pengetahuan tersebut hendaknya digunakan sebagai bekal dalam beribadah dan usaha menyejahterakan umat manusia.
6. Terus berdakwah agar ajaran yang dibawa rasul tidak sirna.

BAB 5 MASA KEJAYAAN ISLAM

A.  Periodisasi Sejarah Islam
Harun Nasution dalam  bukunya yang berjudul "Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya" membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode besar berikut.
1. Periode Klasik (650  -1250) Periode Klasik merupakan periode kejayaan Islam yang dibagi ke dalam dua fase, yaitu: a. fase ekspansi dan integrasi, (6501000), b. fase disintegrasi (1000-1250). 2. Periode Pertengahan (1250-1800) Periode Pertengahan merupakan periode kemunduran Islam yang  dibagi ke dalam dua fase, yaitu: a. fase kemunduran (1250-1500 M), dan b. fase munculnya ketiga kerajaan besar (1500-1800), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman kemunduran (1700-1800). 3. Periode Modern (1800-dan seterusnya) Periode Modern merupakan periode kebangkitan umat Islam yang ditandai dengan munculnya para pembaharu Islam.

B.  Masa Kejayaan Islam

Masa kejayaan Islam terjadi pada sekitar tahun 650-1250 M. Periode ini disebut Periode Klasik. Pada kurun waktu  itu, terdapat dua kerajaan besar, yaitu Kerajaan Umayyah atau sering disebut Daulah Umayyah dan Kerajaan Abbasiyah yang sering disebut Daulah Abbasiyah. Pada masa Bani Umayyah, perkembangan Islam ditandai dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam dan berdirinya bangunan-bangunan sebagai pusat dakwah Islam. Kemajuan Islam pada masa ini meliputi: bidang politik, keagamaan, ekonomi, ilmu bangunan (arsitektur), sosial, dan bidang militer.
Perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahu an. Kemajuan Islam pada masa ini meliputi bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, ilmu bangunan (arsitektur), sosial, dan bidang militer. Kemajuan umat Islam pada masa Bani Umayyah atau  Bani Abbasiyah tidak terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal antara lain:
1. Konsistensi dan istiqamah umat Islam kepada ajaran Islam
2. Ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk maju
3. Islam sebagai rahmat seluruh alam
4. Islam sebagai agama dakwah sekaligus keseimbangan dalam menggapai kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Faktor eksternal antara lain seperti berikut:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting. Persia banyak berjasa dalam bidang pemerintahan, perkembangan ilmu filsafat, dan sastra. Adapun pengaruh Yunani masuk melalui  berbagai macam terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat
2. Gerakan terjemahan pada masa Periode Klasik, usaha penerjemahan kitabkitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah.
 Selain faktor tersebut di atas, kejayaan Islam ini disebabkan pula oleh adanya gerakan ilmiah atau etos keilmuan dari para ulama yang ada pada Periode Klasik tersebut, antara lain seperti berikut:
 1. Melaksanakan ajaran al-Qur’±n secara maksimal. Al-Qur’±n di dalam nya banyak ayat menyuruh kita menggunakan akal untuk berpikir
2. Melaksanakan isi hadis. Banyak hadis yang menyuruh kita untuk terusmenerus menuntut ilmu, meskipun harus ke negeri Cina. Bukan hanya ilmu agama yang dicari, tetapi ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia ini.
3. Mengembangkan ilmu agama dengan berijtihad. Contohnya ilmu pengetahuan umum dengan mempelajari ilmu filsafat Yunani. Maka, pada saat itu banyak bermunculan ulama fiqh, tauhid (kalam), tafsir, hadis, ulama bidang sains (ilmu kedokteran, matematika, optik, kimia, fisika, geografi), dan lain-lain
4. Ulama yang berdiri sendiri serta menolak untuk menjadi pegawai pemerintahan.



BAB 4 SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT

BAB 4 SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT
A.  Pengertian Khutbah, Tablig, dan Dakwah
Makna khutbah, tablig, dan dakwah hampir sama, yaitu menyampaikan pesan kepada orang lain. Secara etimologi (lugawi/bahasa), makna ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Khutbah berasal dari kata خطب-يخطب-خطبة   bermakna memberi nasihat dalam kegiatan ibadah seperti; shalat (shalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan nikah. Menurut istilah, khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan langsung dengan keabsahan atau kesunahan ibadah. Misalnya khutbah Jumat untuk shalat Jum’at, khutbah nikah untuk kesunahan akad nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa.
2. Tablig berasal dari kata: بلغ-يبلغ-تبليغا yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majelisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (orang yang menyampaikan tablig) biasanya menyampaikan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula istilah tablig akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
3. Dakwah berasal dari kata: دعا-يدعو-دعوة yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisan dan da’wah bilhal. Kegiatan dakwah bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya.
B.  Pentingnya Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah termasuk aktivitas ibadah. Oleh karena itu, khutbah tidak bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Contoh, apabila shalat Jumat tidak ada khutbahnya, shalat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbah-nya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan membimbing manusia menuju keridhoan Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Hal-hal berikut yang seharusnya dimiliki oleh seorang khatib:
  1. Seorang khathib harus memahami aqidah yang shahih (benar) sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain.
  2. Seorang khatib harus memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus.
  3. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan.
  4. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang shahih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar.
2. Pentingnya Tablig
Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tablig, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (sahabat Nabi), dan tabi’it-tabi’in (pengikut sahabat Nabi). Setelah mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran Islam kepada orangorang? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut. Banyak yang menyangka bahwa tugas tablig hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya. Kegiatan untuk mencegah dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). Seseorang tidak harus menjadi ulama terlebih dulu untuk menghentikan kemungkaran. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia harus menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka.
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif), dan ada juga yang menyatakan far«u ain. Rasulullah saw. selalu mengajarkan agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Setelah itu, dengan berdakwah kita akan mendapat ri«a dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya melalui lisan, tulisan, dan perbuatan. Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
C. Ketentuan Khutbah, Tabl³g, dan Dakwah
  1. Ketentuan Khutbah
a.       Syarat khatib
1)Islam.
2)Ballig.
3)Berakal sehat.
4)Mengetahui ilmu agama.
b.      Syarat dua khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur.
2) Khatib duduk di antara dua khutbah.
3) Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas.
4) Tertib.
c.       Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah.
2) Membaca syahadatain.
3) Membaca shalawat.
4) Berwasiat taqwa.
5) Membaca ayat al-Qur’an pada salah satu khutbah.
6) Berdoa pada khutbah kedua.
d.      Sunah khutbah
1) Khatib berdiri ketika khutbah.
2) Mengawali khutbah dengan memberi salam.
3) Khutbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang.
4) Khatib menghadap jamaah ketika khutbah.
5) Menertibkan rukun khutbah.
6) Membaca surat al-Ikhlas ketika duduk di antara dua khutbah.
  1. Ketentuan Tablig
Tabligh artinya menyampaikan. Orang yang menyampaikan disebut muballig. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan tabligh adalah sebagai berikut.
a.       Syarat Muballig
1) Islam.
2) Ballig.
3) Berakal.
4) Mendalami ajaran Islam.
b.      Etika dalam menyampaikan tabligh
1)  Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3) Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4)  Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
5)  Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya.
6) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain.Ketentuan Dakwah 

3. Ketentuan Dakwah
         Dakwah artinya mengajak. Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i.     Ada dua cara berdakwah, yaitu dengan lisan (da’wah billisan) dan dengan         perbuatan (da’wah bilhal). Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam   berdakwah adalah seperti berikut.Syarat da’i
1) Islam,
2) Ballig
3) Berakal
4) Mendalami ajaran Islam.

Etika dalam berdakwah:
1)      Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
2)      Dakwah dilakukan dengan maui§atul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran).
3)      Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
4)      Dakwah dilakukan dengan mujadalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.

BAB 10 SCRIBD

Bab 10 Bangun Dan Bangkitla... by on Scribd